AI generatif benar-benar telah berkembang pesat. Program AI generatif dibangun bukan hanya untuk mengedit sesuatu, namun juga untuk membuat sesuatu dari nol. Beberapa tahun ke belakang mungkin hasilnya masih terlihat aneh dan tidak nyata, namun kini hasil konten dari AI generatif semakin mirip dengan aslinya.
Bahkan, sebuah artikel yang diterbitkan oleh Deloitte menuliskan bahwa studio—film, musik, hingga game—mungkin mulai tertarik untuk mencoba. Sebab, AI generatif bukan hanya dapat membuat konten lebih cepat, namun juga lebih murah. Alhasil, studio produksi dapat menekan bujet dan menghasilkan margin keuntungan yang lebih tinggi.
Meski menjanjikan, studio produksi masih ragu

Namun, tentu saja mereka masih ragu untuk menggunakan AI generatif dalam skala besar seperti pembuatan film. Alasan pertama, sejauh ini alat-alat tersebut masih belum sempurna. Ketidaksempurnaan ini membuat kreator kerap menemukan banyak bug dan belum stabil untuk dipakai terus menerus dalam skala besar.
Dan, masalah hak cipta. Kreator tidak mau mengambil risiko dituntut dan kehilangan hak atas karya mereka sendiri. Meski ide tersebut lahir dari hasil diskusi internal, namun jika visual yang dihasilkan adalah olahan data dari ribuan data di internet, sulit mengatakan jika karya visual tersebut adalah milik satu orang.
Namun, keraguan bukan alasan bagi studio untuk mengabaikan AI generatif
Yup, studio TV mungkin ragu dalam memanfaatkan AI generatif dalam proses kreatif utama mereka. Namun, bukan berarti mereka benar-benar mengabaikan teknologi ini.
Situs Deloitte memprediksi sekitar tujuh persen dari anggaran operasional dari studio besar akan dialihkan ke alat-alat baru yang mendukung AI generatif untuk fungsi non kreatif. Seperti menggunakan chatbot ini untuk menerjemahkan konten agar dapat menjangkau pasar yang lebih luas.
Deloitte juga memperkirakan bahwa pada tahun 2025, studio TV dan film besar, terutama di AS dan Uni Eropa akan mengalokasikan sekitar kurang dari tiga persen dari total anggaran untuk membuat konten.
Potensi tidak terbatas dari AI

Beberapa studio film sekarang pakai teknologi AI untuk bikin versi baru dari aktor terkenal, seperti membuatnya terlihat lebih muda maupun lebih tua. Atau bahkan bikin kembaran digital mereka. Nantinya, kembaran digital ini bisa dipakai untuk iklan atau bahkan di film setelah aktor aslinya meninggal (produksi pasca-mortem).
Untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari, studio kerap mencantumkan persetujuan soal penggunaan kembaran digital ini di kontrak para aktor. Ke depannya, kemungkinan besar bakal banyak perusahaan yang ikut menjual jasa dan alat AI semacam ini ke studio film.
Nah, meskipun AI bisa membuat proses pra-produksi—seperti membuat visual blocking kamera sebelum syuting—menjadi lebih cepat dan kreatif, namun untuk memproduksi film sekelas Hollywood tentu masih jauh.
Meski AI sudah mampu menghasilkan gambar yang realistis, seringkali gambar tersebut terlihat terlalu sempurna hingga menjadi aneh. Selain itu, AI memang bisa bikin klip video pendek, tapi belum bisa bikin cerita yang panjang dan berkesinambungan dengan baik.
AI generatif bisa jadi senjata baru untuk kreator
Yup, untuk saat ini studio Hollywood mungkin masih dapat bernafas lega. Pekerjaan mereka belum sepenuhnya, dan mungkin tidak akan bisa, digantikan oleh AI. Namun, meski AI belum dapat memproduksi film Hollywood, AI generatif yang ada saat ini dapat dikatakan cocok untuk para kreator di media sosial.
Kreator media sosial sering banget dituntut untuk bikin dan langsung posting konten dengan cepat. Dengan hadirnya AI generatif ini bisa bantu mereka bikin konten visual dengan kilat. Selain itu, terkait permasalahan hukum, di media sosial risiko hukum apabila terjadi masalah terkait konten itu relatif lebih ‘mudah diselesaikan’.
Maksudnya, risiko hukum tetap ada. Misalnya, saat AI digunakan untuk membuat konten ilegal atau meniru orang lain tanpa izin. Namun, dampaknya di media sosial umumnya tidak se-merugikan di industri media yang lebih besar dan terstruktur. Ini memungkinkan kreator media sosial untuk lebih berani bereksperimen.
Bahkan, beberapa orang yang pertama kali coba AI generatif ini biasanya langsung pamer hasil eksperimen mereka di media sosial, terutama di TikTok. Dari konten-konten tersebut, dapat dilihat bahwa AI generatif pengedit video telah berkembang pesat.
Tahun depan, kemungkinan besar para kreator yang bakal jadi pelopor dalam membuat konten menggunakan AI generatif. Media sosial akan semakin kompetitif dan ramai oleh persaingan para kreator. Di sisi lain, situasi ini akan semakin memperberat kerja media tradisional yang semakin lama makin ditinggalkan.