Home » Laut Bercerita ke Layar Lebar: Kenapa Novel Sejarah Ini Bisa Viral Banget di TikTok?

Laut Bercerita ke Layar Lebar: Kenapa Novel Sejarah Ini Bisa Viral Banget di TikTok?

by Aulia Azzahra

Pernahkah kalian scrolling di TikTok dan menemukan video orang-orang menangis tersedu-sedu sambil memegang sebuah buku bersampul biru tua?

Jika ya, kalian tidak sendirian. Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat. Buku tersebut adalah Laut Bercerita, sebuah novel sejarah karya Leila S. Chudori yang sukses memporak-porandakan emosi ribuan pembaca, khususnya anak muda Gen Z.

Kabar baiknya (atau mungkin kabar yang membuat kalian harus menyiapkan tisu lagi), kisah Biru Laut dan kawan-kawan ini resmi diangkat ke layar lebar. Tapi pertanyaannya, kenapa novel dengan tema sejarah kelam tahun 1998 yang “berat” ini justru bisa meledak di media sosial yang durasinya pendek seperti TikTok?

Mari kita bedah alasan di balik viralnya buku ini.

Sejarah yang Tidak Terasa Seperti Buku Pelajaran

Alasan utama kenapa Laut Bercerita begitu dicintai adalah cara penyampaiannya.

Selama ini, banyak dari kalian mungkin malas membaca sejarah karena teringat buku pelajaran sekolah yang kaku. Leila S. Chudori berhasil mendobrak stigma itu. Ia membungkus fakta sejarah reformasi dan penculikan aktivis 1998 dengan narasi persahabatan, cinta, dan pengkhianatan yang sangat manusiawi.

Di TikTok, tagar terkait novel ini dipenuhi dengan review emosional. Pembaca tidak merasa sedang “belajar sejarah”, melainkan merasa sedang “hidup” bersama para karakter di dalamnya. Inilah kekuatan storytelling yang membuat sebuah karya sastra mampu menembus batas generasi.

Jika kalian ingin melihat ulasan pembaca lain atau sinopsis lengkapnya sebelum menonton filmnya nanti, kalian bisa mengeceknya di situs komunitas buku Goodreads.

The Power of “BookTok”

Viralnya buku ini adalah bukti nyata kekuatan komunitas BookTok (komunitas pecinta buku di TikTok). Algoritma TikTok berhasil menyebarkan reaksi jujur para pembaca ke jutaan pengguna lain.

Ketika satu orang membuat konten menangis setelah membaca bab terakhir, orang lain menjadi penasaran dan ikut membacanya. Siklus inilah yang menciptakan efek bola salju (snowball effect), menjadikan buku ini sebagai “bacaan wajib” jika kalian tidak ingin ketinggalan obrolan di tongkrongan.

Popularitas inilah yang akhirnya “memaksa” industri perfilman untuk meliriknya. Tingginya permintaan pasar memvalidasi bahwa kisah ini layak mendapatkan panggung visual yang lebih besar.

Persiapan Menuju Layar Lebar

Kini, tantangan beralih ke para sineas. Mengadaptasi novel yang sudah memiliki basis penggemar fanatik sangatlah berisiko. Visualisasi karakter, latar tempat penyekapan, hingga suasana mencekam tahun 1998 harus digarap dengan detail sempurna.

Bagi kalian yang sudah tidak sabar menantikan update terbaru soal produksi film ini atau rekomendasi film adaptasi lainnya, pastikan pantau terus kanal Digilife di Uzone.id.

Jadi?

Fenomena Laut Bercerita mengajarkan kita bahwa anak muda Indonesia tidak apatis terhadap sejarah. Mereka hanya butuh medium yang tepat untuk memahaminya. Dari TikTok menuju layar lebar, kisah Biru Laut akan terus hidup dan menolak untuk dilupakan.

Bagaimana dengan kalian, apakah kalian termasuk yang sudah menamatkan novelnya, atau tim yang menunggu filmnya rilis saja?

You may also like