Home » Dilema Fast Fashion: Cantik di Luar, Nestapa di Balik Jahitan

Dilema Fast Fashion: Cantik di Luar, Nestapa di Balik Jahitan

by Trisno Heriyanto

Penulis: Aisyah Banowati

Kini semuanya bergerak cepat, termasuk industri fesyen? Dulu, para desainer mendesain pakaian untuk empat musim—dingin, semi, panas, dan gugur. Kini, bahkan setiap minggu selalu ada model baru, desain baru, dan tren baru. Kita menyebutnya fast fashion.

Jadi, apa itu fast fashion? Menurut Vogue, fast fashion bukanlah harga tetap, penawaran produk, atau bahkan irama musiman yang membentuk sebuah merek fast fashion. Melainkan cara memproduksi, memasarkan, dan menjual pakaian yang memberi sebuah merek julukan tersebut.

Bisa dikatakan, merek seperti Forever21 dan ZARA adalah pelopor tren fast fashion. Mereka mulai memproduksi banyak pakaian setiap tahun dengan harga jual yang lebih murah sehingga banyak orang menyukainya. Kini, peritel daring global baru seperti Shein dan Temu memproduksi dengan lebih cepat, terkadang ini disebut sebagai ultra-fast fashion.

Popularitas aplikasi media sosial seperti TikTok dan Instagram semakin memicu siklus fast fashion yang tak pernah berakhir. Daya tarik mode cepat tidak hanya terletak pada banyaknya variasi gaya dan pilihan tetapi juga pada harganya yang terjangkau.

Mendesain dengan harga terjangkau

Alasan lain mengapa fast fashion begitu populer adalah karena mereka menjual produknya dengan harga terjangkau. Untuk satu model pakaian, mereka akan memproduksinya secara massal sehingga harga satu potong pakaian menjadi lebih murah.

Kainnya juga menggunakan bahan serat sintetis seperti poliester dan nilon yang memang jauh lebih murah untuk dibeli. Barang-barang yang sedang tren dengan harga murah telah menciptakan siklus kecanduan. Banyak orang merasa puas dengan membeli barang-barang murah. Jadi tidak heran jika fast fashion terus menjadi tren.

Ditambah dengan pemasaran media sosial yang cepat dan memanfaatkan jasa influencer untuk menarik audiens baru, perputaran uang di industri ini terus berlanjut.

Mendesain untuk estetika dalam fast fashion

Salah satu ciri khas merek yang sering melakukan fast fashion dapat dilihat dari pakaiannya. Pakaian mereka selalu terlihat sederhana dan minimalis. Sebab, akan sulit dan mahal untuk membuat pakaian dengan terlalu banyak jahitan, lipatan, kombinasi kain yang unik, dan desain yang rumit.

Merek fast fashion juga sering menggunakan perangkat lunak desain 3D untuk memvisualisasikan produk guna mengurangi anggaran produksi untuk membuat sampel fisik. Dan, sadar atau tidak, merek fast fashion sering kali meniru desain dari merek mewah. Tentu saja, hasilnya tidak sama—hanya terinspirasi—tetapi tetap terlihat cantik sehingga banyak orang akan membelinya.

Alasan mengapa fast fashion menjadi kontroversial

Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menyebutkan bahwa fashion bertanggung jawab atas hingga 10% emisi karbon global tahunan. Untuk membuat banyak produk dengan biaya rendah, banyak merek menggunakan bahan murah seperti poliester.

Di sisi lain, tekstil berbasis minyak seperti poliester menyumbang sekitar 50 persen produksi serat yang buruk bagi lingkungan. Selain itu, karena tren berubah dengan cepat, banyak pakaian berakhir di tempat sampah karena tidak lagi digunakan atau karena bahan berkualitas buruk sehingga tidak berkelanjutan.

Fast fashion adalah cara memproduksi, memasarkan, dan menjual pakaian dengan cepat untuk mengikuti tren. Jadi, kain membutuhkan banyak tenaga kerja dengan gaji serendah mungkin. Hal ini membuat tren ini sering dikaitkan dengan kondisi kerja yang tidak aman, upah rendah, dan perlakuan tidak adil terhadap pekerja.

Sebagai konsumen, bagaimana cara menyikapi tren?

Dalam dunia mode yang saat ini sedang bergerak cepat, menyikapi tren fast fashion bisa menjadi tantangan tersendiri. Sebagai konsumen, kamu bisa mengatur strategi agar tidak ikut terjerumus di dalamnya.

Kamu bisa mencoba untuk lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Memang, kamu harus mengeluarkan cukup banyak uang di awal, tetapi barang tersebut memiliki nilai ketahanan yang lebih lama.

Selain itu, hentikan FOMO hanya karena pajangan di media sosial. Kamu sebaiknya menetapkan anggaran belanja agar tidak sampai melebihi anggaran di akhir bulan. Selain itu, kamu bisa mulai melakukan riset merek untuk menemukan merek yang mengutamakan keberlanjutan. Biasanya, mereka adalah perajin lokal.

You may also like